Aqidah Imam Malik 173-175

Standar

Aqidah Imam Malik 173 -175

التعريف بصاحب العقيدة
Perkenalan dengan pemilik aqidah
الاسم : مالك بن أنس بن أبي عامر بن عمرو بن الحارث بن غيمان بن خُثيل بن عمرو بن الحارث الأصبحي الحميري
Namanya : Malik bin Anas bin Abi Amir bin Amr bin Al Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin Amr bin Al Harits Al Ashbahi Al Khimyari
الكنية : أبو عبدالله
Julukan : Abu Abdillah
الشهرة : إمام دار الهجرة
Nama yang dikenal : Imam Darul Hijrah
الولادة : ٩٣ ه
Dilahirkan : 93 Hijriah
الوفاة : ١٧٩ ه
Meninggal : 179 Hijriah
ثناء العلماء عليه :
Pujian para ulama :
قال ابن عيينة : مالك عالم أهل الحجاز وهو حجة زمانه.
Ibnu Uyainah berkata : Malik adalah ulamanya ahlul Hijaz dan beliau adalah Hujjah di zamannya
قال الشافعي : مالك النجم يقتدى به. وقال : مالك حجة الله على خلقه بعد النابعين.
Asy Syafii berkata : Malik adalah bintang yang dijadikan petunjuk. Dan Beliau berkata : Malik adalah Hujjah nys Allah atas seluruh makhlukNYA setelah wafatnya para tabiin
وقال أحمد : مالك إمام من أئمة المسلمين
Ahmad berkata : Malik adalah Imam diantara imam-imam kaum muslimin.
وقال حنبل بن إسحاق : سألت أبا عبدالله عن مالك، فقال : مالك سيد من سادات أهل العلم، وهو إمام في العلم والفقه، ثم قال : قد ظل مالك متبعًا لآثار من تقدم مع عقل وأدب.
Hanbal bin Ishaq berkata : aku berkata kepada Abu Abdillah (Imam Syafii) tentang Malik maka beliau menjawab : Malik adalah pemimpin diantara pemimpin-pemimpin para ulama, dan beliau adalah seorang imam dalam keilmuan dan Fiqh. Kemudian beliau berkata : sungguh Malik senantiasa mengikuti ulama terdahulu, mengikutinya dengan akalnya dan mengikutinya dengan adabnya.
مصادر الترجمة :
Sumber terjemahan :
السير (٤٨/٨)، و إرشاد السالك (ص ٢١٩)
As siyar (8/48) dan Irsyad Salik(halaman 219)
مجمل العقيدة :
لم أقف على عقيدة مختصرة للإمام مالك رحمه الله في هذا الباب، وعند تتبعي لذلك وقفت على جملة طيبة من أقواله في أبواب الاعتقاد، فقمت بجمعها والتنسيق بينها، والترتيب بين فقراتها حتى تخرج كعقائد السلفد المختصرة
Saya tidak berhenti hanya pada aqidah ringkas Imam Malik rahimahullah dalam bab ini, dan saya mengikuti hal itu berhenti pada kalimat-kalimat yang baik dari perkataan tentang beberapa perkara aqidah. Saya mengumpulkannya dan mengkompromikannya diantara keduanya,
مصدر العقيدة :
Sumber Aqidah :
جمعت هذه الأقوال للإمام مالك رحمه الله من بعض كتب السنة المشهورة ومن بعض كتب التراجم وغيرها.
Aku telah mengumpulkan perkataan Imam Malik rahimahullah dari sebagian Kitab Sunnah yang terkenal dan dari sebagian Kitab terjemah dan selainnya.
وقد أفدت كثيرًا من كتاب (منهج الإمام مالك في تقرير العقيدة) لسعود الدعجان، وهي رسالة علمية قدمت في الجامعة الإسلامية. وقد نشرت في مكتبه ابن تيمية(١٤١٦ ه)
Dan sungguh aku telah mengambil faedah yang banyak dari kitab (Manhaj Imam Malik fii Taqrir Aqidah) dari Saud Al Dajan, dan itu adalah risalah ilmiyah yang disajikan di Jamiah Islamiyah. Dan telah telah diterbitkan oleh Maktabah Ibnu Taimiyah(1416 H)
من أقوال الإمام مالك رحمه الله في أبواب السنة والاعتقاد :
Diantara perkataan Imam Malik rahimahullah dalam beberapa bab terkait Sunnah Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam dan tentang Aqidah :
١ – أهل السنة هم : الذين ليس لهم لقب يعرفون به لا جهمي، ولا رافضي ولا قدري(١)
1. Ahlus sunnah adalah : orang-orang yang tidaklah memiliki julukan yang mereka dikenal dengan julukan tersebut, dan Ahlus Sunnah bukanlah Jahmiyah (adalah kelompok yang sesat yang kelompok ini menisbatkan diri kepada Jahm bin Shafwan, awal kemunculannya adalah di akhir masa para tabiin yaitu setelah wafatnya Umar bin Abdul Aziz.Mereka adalah kelompok yang meniadakan sifat-sifat bagi Allah, diantara kesesatan nya adalah mereka berpendapat bahwa Allah tidak memiliki sifat, dan mereka meniadakan istiwa Allah, berpendapat bahwa Al Qur’an adalah makhluk, dan mereka meyakini keyakinan Jabriyah yang keyakinan mereka adalah manusia itu dipaksa oleh Allah melakukan perbuatannya, tidak memiliki pilihan, kehendak dan kemampuan), bukanlah Rafidhah (kelompok yang sesat dan menyimpang. Diantara kesesatannya adalah berkeyakinan bahwasanya Al Qur’an telah dirubah, dan mereka mengkafirkan para sahabat kecuali beberapa sahabat, mereka mengagungkan kubur-kubur dan tempat-tempat yang biasa diziarahi, mereka meyakini bahwa imam-imam mereka terbebas dari dosa, dan mereka meyakini bahwa Imam mereka tidak pernah salah dan tidak pernah lupa, dan mereka meyakini bahwa Imam mereka mengetahui perkara ghaib secara mutlak tidak ada yang tersembunyi), dan bukanlah Qadariyah(adalah kelompok yang menentang takdir(1)
٢ – والسنة ما لا اسم له غير السنة، قال الله تعالى :
2. Dan Sunnah itu tidak memiliki nama selain Sunnah. Allah berfirman :
(وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ )[الأنعام{٦} : ١٥٣](٢)
Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.[Surat Al-An’am{6} 153]
٣ – والحكم الذي يحكم به بين الناس حكمان : ما في كتاب الله، أو أحكمته السنة، فذلك الحكم الواجب وذلك الصواب، والحكم الذي يجتهد فيه العالم برأيه فلعله يوفق، وثالث : متكلف، فما أحراه ألا يوفق(٣)
3. Dan hukum yang menghukumi manusia ada 2 hukum : apa yang datang dari Al Qur’an, atau hukum yang telah disempurnakan oleh Sunnah. Itulah hukum yang wajib untuk diikuti dan itulah hukum yang benar. Adapun hukum yang seorang alim berijtihad untuk menentukan hukum itu dengan pendapatnya maka saya berharap bahwa hukum itu akan diberi taufik oleh Allah. Adapun hukum yang ketiga : seorang yang membebani diri dengan sesuatu yang tidak pernah datang dari Allah dan Rasulnya seperti ini alangkah pantasnya jika tidak diberi taufik oleh Allah.(3)
٤ – ومن أراد النجاة فعليه بكتاب الله وسنة نبيه صلى الله عليه وسلم (٤)
4. Siapa yang ingin selamat wajih atasnya berpegang dengan Al Qur’an dan Sunnah Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam(4)
٥ – والسنة سفينة نوح، من ركبها نجا، ومن تخلف عنها غرق(٥)
5. Dan Sunnah seperti perahunya Nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinnya maka dia selamat. Dan barangsiapa yang tertinggal darinya maka dia akan tenggelam(5)
______
(١) النتقاء(٣٥)، و إرشاد السالك لا بن عبد الهادي(٢١٠)، وترتيب المدارك(٤١/٢)
(1) al intiqaq(35), dan irsyad salik oleh Ibnu Abdul Hadi(210) dan tartib madarik(2/41)
(٢) الاعتصام(٨٤/١)
(2) al i’tishom (1/84)
(٣) ذم الكلام(٨٦٩)
(3) dzimul kalam(869)
(٤) ذم الكلام(٨٧٧)
(4) dzimul kalam(877)
(٥) ذم الكلام (٨٨٥) و تاريخ دمشق(٣٣٦/٧)
(5) dzimul kalam(885) dan Tarikh Dimasqi(7/336)

Fiqh Muyasar 41

Standar

Masalah 6 : batas minimal dan maksimal nifas

Tidak ada batasan minimal dalam nifas karena tidak ada dalil yang menunjukkan batasan tersebut. Maka hal ini dikembalikan keadaan nifas tersebut. Dan yang kita dapati di masyarakat ada yang sedikit masa nifasnya dan ada yang lama.

Dan yang paling lama masa nifasnya adalah 40 hari. Berkata Imam Tirmidzi :
أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَبِي صلى الله عليه وسلم وَمَنْ بَعْدَهُم عَلَى أَنَ النُفَسَاءْ تَدْعُ الصَّلاَةَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا إِلَّا أَنْ تَرَى  اَلطَهَرَ قَبْلَ ذَلِكَ ،فَتَغْتَسِلُ وَتُصَلِي.
“Para ahli ilmu (ulama) yaitu para sahabat nabi shallallahu alaihi wasallam dan setelah mereka yaitu Tabi’in, tabi’ut tabi’in bahwa seorang wanita yang nifas mereka  meninggalkan shalat selama 40 hari kecuali apabila telah suci sebelum 40 hari maka ia wajib mandi dan shalat.”

Berdasarkan hadits Ummu Salamah :
كَانَتْ النُفَسَاءْ عَلَى عَهْدٍ النَبِي صلى الله عليه وسلم تَجْلِسُ أَرْبَعِينَ يَوۡمًا
“Dulu di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam para wanita nifas. Mereka meninggalkan shalat selama 40 hari” (HR Abu Daud 312, Tirmidzi 139, Ibnu Majah 648. Berkata Al Albani : Hadits Mauquf dalam Irwaul Ghalil 1/226)

Masalah 7: tentang darah istihadhoh
Istihadhoh adalah darah yang mengalir keluar bukan pada waktu haid dan keluar dari pembuluh darah yang bernama Al ‘Aadzil.

Darah Istihadhoh ini hukumnya berbeda dengan darah haid dan juga berbeda sifatnya. Darah ini adalah darah yang mengalir di rahim baik di waktu haid atau di luar waktu haid. Dan wanita yang terkena Istihadhoh ini tidak menghalangi seorang wanita untuk shalat, berpuasa dan berjima’. Karena wanita yang mendapatkan Istihadhoh dihukumi suci.

Dalilnya adalah hadits dari Fatimah binti Abi Hubaisy :
يَا رَسُولَ اللَّهِ ،إِنِي أُسْتَحَاضُ، فَلاَ أَطْهُرْ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ؟ فَقَالَ: لَا،إِنَّ ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِالْحَيْضَةِ، فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَ عِي الصَّلَاةَ فَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي
“wahai Rasulullah, sesungguhnya aku Istihadhoh dan tidak suci, apakah aku harus meninggalkan shalat? Maka beliau menjawab : tidak, Sesungguhnya itu adalah darah penyakit dan bukan darah haid. Apabila datang haid maka tinggalkanlah shalat, dan jika telah berlalu masa-masa haid, maka bersihkanlah darah darimu lalu shalatlah. (HR Bukhari 306, Muslim 334)

Hadits ini menunjukkan bahwa yang terjadi pada Fatimah binti Abi Hubaisy adalah bukan darah haid dan hanyalah darah Istihadhoh. Jadi seorang wanita apabila masa haidnya habis maka ia wajib mandi. Sedangkan saat Istihadhoh dia hanya cukup mencuci kemaluannya. Setelah mencuci kemaluannya maka dibagian kemaluan tersebut ditutup dengan kapas atau semacamnya supaya darah tersebut tidak mengalir, dan diikat supaya tidak terjatuh. Dan pada masa kini cukup dengan menggunakan pembalut kesehatan yang sudah bisa menjaga supaya darah tersebut tidak mengalir. Kemudian wajib bagi setiap wanita yang Istihadhoh untuk berwudhu setiap kali hendak mengerjakan shalat.

Fiqh Muyasar 38

Standar

Bab 10 Masalah Haid dan Nifas

Haid secara bahasa adalah aliran. Sedangkan haid secara istilah adalah darah kebiasaan yang keluar dari rahim seorang wanita diwaktu-waktu tertentu yang biasanya sudah diketahui sang wanita tersebut dalam keadaan sehat tanpa adanya penyebab untuk melahirkan.

Nifas adalah darah keluar dari wanita pada saat melahirkan.

Masalah 1 : waktu pertama kali haid dan terakhir kali haid
Untuk perempuan tidak akan haid sebelum umurnya genap 9 tahun. Karena pada kenyataannya tidak pernah ada seorang wanita yang haid sebelum usia 9 tahun. Berdasarkan riwayat Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata, :
إِذَا بَلَغَتِ الجَارِيَةتِسْعَ سِنِينَ فَهِيَ اِمْرَأَةٌ
“Apabila seorang anak perempuan mencapai umur 9 tahun maka anak tersebut sudah perempuan” (disebutkan oleh Tirmidzi 3/418, Baihaqi dalam sunan kubra 1/320).

Dan biasanya apabila wanita sudah usia 50 tahun pada umumnya orang tersebut sudah tidak haid lagi. Berdasarkan riwayat Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata:
إِذَا بَلَغَتِ الْمَرْأَةَ خَمْسِينَ سَنَة خَرَجَتْ مِن حَدِ الْحَيضَ
“apabila seorang wanita sudah mencapai usia 50 tahun maka dia sudah keluar dari saat-saat haid” (Al Mughni 1/406)

Masalah 2: waktu terpendek dan terpanjang bagi seorang wanita haid.
Pendapat yang shohih bahwa tidak ada waktu yang pendek atau panjang bagi seorang wanita yang haid dalam masalah ini. Dan masalah ini dikembalikan menurut kebiasaan dan adatnya dalam haid.

Masalah 3: waktu paling banyak wanita mengalami haid
Pada umumnya haid wanita antara 6-7 hari. Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi kepada Hamnah binti Jahsy:
تَحَيَّضِي فِي عِلْمِ اللَّه سِتَةَ أَيَّامٍ، أَوْ سَبْعَةٌ،ثُمَّ اِغْتَسِلِي وَصَلِي أَرْبَعَةَ وَعِشْرِينَ يَوْمًا، أَوْ ثَلاَثَةً وَعِشْرِينَ يَوۡمًا، كَمَا يَحِيضُ النِسَاءِ وَيَطْهَرْنَ لِمِيقَاتِ حَيْضِهِنَّ وَطُهُرِهِنَّ
“berhaidlah menurut ilmu Allah yaitu 6-7 hari kemudian mandilah dan shalatlah 24/23 hari sebagaimana wanita haid di waktu haid dan juga suci di waktu suci bagi mereka” (HR Abu Daud 287, Tirmidzi 128, berkata hadits ini Hasan shohih dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam shohih Tirmidzi 110)

Ambillah Aqidahmu 1

Standar

حق الله على العباد
Hak Allah atas para hamba-Nya
س۱: لماذا خلقنا الله؟
Pertanyaan : Untuk apa anda diciptakan oleh Allah?
ج۱: خلقنا لنعبده ولا نشرك به شيئا. وا لد ليل قوله تعالى في سورة الذاريات : وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون
Jawaban : Allah menciptakan anda untuk beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Dalilnya adalah firman Allah dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56 : “ Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka (Jin dan Manusia) menyembah-Ku (Allah)
وقوله صلي الله عليه وسّلم : حق الله على العباد أنْ يعبدوه, ولا يشركوا به شيئا (متفق عليه)
Dan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasalam : Hak Allah atas para hambanya yaitu anda beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun (Mutafaqun Alaihi)
س: ما هي العبادة؟
Pertanyaan : Apa yang disebut dengan Ibadah?
ج: العبادة اسم جامع لم يحبه الله من الأقوال والأفعال: كالدعاء والصلاة والذبح وغيرها.
Jawaban : Ibadah adalah apa saja yang dicintai oleh Allah dari perkataan maupun perbuatan yang tampak maupun yang tidak tampak (keyakinan) seperti berdoa, sholat, menyembelih dan selainnya.
قال تعال : قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِين (سورة الانعام) (نسكي : ذبحي للحيوانات)
Firman Allah : Katakanlah (Muhammad) : sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.(surat Al-An’am : 162) (Ibadah yang dimaksud disini adalah menyembelih hewan)
وقال صلي الله عليه وسّلم قال تعالى : وما تقرّبَ إليَّ عبدي بشيءٍ أحب إليّ مما الفترضته عليه (حديث قدسي رواه البخاري)
Rasulullah bersabda, Allah Ta’ala berfirman : dan senantiasa seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku yang lebih aku cintai dari pada apa yang aku wajibkan atasnya (hadits qudsi riwayat bukhari)

Kitab : Ambillah akidahmu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shohih
Karya : Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Kajian oleh Ustad Abu Rozin Bagus Jamroji di Ma’had Imam Muslim Kediri

aswaja 64-69

Standar

 

68.Meyakini bahwasanya ” nikah mut’ah ” (kawin kontrak) itu haram (termasuk perbuatan zina) hingga Hari Kiamat.

كَمَا فِيْ حَدِيْثِ الرَّبِيْعِ بْنِ سَبْرَةَ الْجُهَنِيِّ أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ, أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَقَالَ : ” يَا أَيُّهَا النَّاسُ ! إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الْاسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ, وَإِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ إِلىَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ, فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَيْءٌ فَلْيُخَلِّ سَبِيْلَهُ, وَلَا تَأْخُذُوْا مِمَّا آتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْئًا “. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ (1406).

Sebagaimana dalam haditsnya Ar-Rabi’ bin Sabrah Al-Juhaniy bahwasanya Ayahandanya meriwayatkan kepadanya, bahwasanya dahulu beliau (yakni Sabrah Al-Juhaniy) radliyallahu ‘anhu (pernah) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ” Wahai sekalian manusia ! Sesungguhnya aku dulu benar-benar telah mengizinkan kepada kalian bersenang-senang dengan para wanita (yakni nikah mut’ah). Dan sesungguhnya (sekarang) Allah benar-benar telah mengharamkan hal itu hingga Hari Kiamat. Maka barangsiapa memiliki wanita-wanita (yang dia nikahi mut’ah) hendaklah dia melepaskan jalannya dan janganlah kalian mengambil sedikitpun (juga) sesuatu yang telah kalian berikan kepada mereka “. HR. Muslim (No. 1406).

Faedah hadits :
1.Imam An-Nawawiy berkata sebagaimana dalam kitab ” syarh shahih Muslim ” : Imam Al-Maziriy berkata : Telah tetap bahwasanya nikah mut’ah itu dahulunya diperbolehkan diawal-awal Islam, kemudian telah tetap dalam hadits-hadits yang shahih yang disebutkan (dalam kitab ” shahih Muslim “) disini bahwasanya nikah mt’ah itu telah dibatalkan hukum (kebolehannya) dan telah ada ijma’ (kesepakatan) atas diharamkannya. Dan tidak ada yang menyelisihinya kecuali sekelompok ahlul bid’ah (yakni kelompok sesat Rafidlah) dan mereka terperangkap dengan hadits-hadits yang datang terkait dengan (kebolehan) hal itu, padahal sungguh kami telah menyebutkan bahwasanya hadits-hadits tersebut sudah dimansukhkan (dibatalkan hukumnya, dan tidak berlaku lagi).

2.Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa kali melarang nikah mut’ah, yang pertama pada hari Khaibar, kemudian yang kedua pada hari Pembukaan (penaklukan kembali) kota Makkah Al-Mukarramah, dan yang ketiga pada perang Tabuk.

69.Meyakini wajibnya mencintai (para sahabat) ” Al-Anshar ” (penduduk asli kota Madinah yang beriman) radliyallahu ‘anhum ajma’in, sebab tanda keimanan adalah mencintai mereka.

(Hal itu) berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

آيَةُ الْإِيْمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ, وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ “. أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ (17, 3784) وَهَذَا لَفْظُهُ وَمُسْلِمٌ (74), مِنْ حَدِيْثِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ.

” Tanda keimanan itu cinta kepada (para sahabat) Al-Anshar dan tanda kemunafikan adalah benci kepada Al-Anshar (radliyallahu ‘anhum ajma’in) “. HR. Al-Bukhariy (No. 17, 3784), ini lafadhnya beliau dan Muslim (No. 74) dari haditsnya sahabat Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu.

Dan dari sahabat Al-Baraa’ radliyallahu ‘anhu beliau berkata : Aku mendengar (Nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam atau beliau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

” اَلْأَنْصَارُ لَا يُحِبُّهُمْ إِلَّا مُؤْمِنٌ وَلَا يُبْغِضُهُمْ إِلَّا مُنَافِقٌ, مَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُ اللهُ, وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُ اللهُ “. أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ (3783) وَهَذَا لَفْظُهُ وَمُسْلِمٌ (75).

” (Para sahabat) Al-Anshar, tidaklah mencintai mereka melainkan seorang mukmin, dan tidaklah membenci mereka melainkan seorang munafiq (yakni seorang yang berpura-pura beriman namun menyembunyikan kekafiran di dalam hatinya). Barangsiapa mencintai mereka (maka pasti) Allah mencintainya, dan barangsiapa membenci mereka (maka pasti) Allah membencinya “. HR. Al-Bukhariy (No. 3783), ini lafadh beliau dan Muslim (No. 75).

70.Meyakini bahwasanya (para sahabat) Al-Anshar radliyallahu ‘anhum adalah manusia-manusia yang paling dicintai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَتِ امْرَأَةٌ مِنَ الْأَنْصَارِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهَا صَبِيٌّ لَهَا, فَكَلَّمَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : ” وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ, إِنَّكُمْ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَيَّ ” مَرَّتَيْنِ. رَوَاهُالْبُخَارِيُّ (3786).

Dari sahabat Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu beliau berkata : (Ada) seorang wanita dari (kalangan) Al-Anshar datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bersamanya anak bayinya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara dengannya, lantas bersabda : ” Dan demi (Allah) yang jiwaku (berada) di Tangan-Nya, sesungguhnya kalian (sahabat-sahabat Al-Anshar) adalah manusia-manusia yang paling kucintai “. (beliau mengucapkannya) dua kali. HR. Al-Bukhariy (No. 3786).

71.Meyakini wajibnya menetapi al-Jama’ah (yakni tidak memisahkan diri dari jama’ah kaum muslimin dan pemimpinnya.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : خَطَبَنَا عُمَرُ بِالْجَابِيَةِ, فَقَالَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي قُمْتُ فِيْكُمْ كَمَقَامِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْنَا فَقَالَ : أُوْصِيْكُمْ بِأَصْحَابِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ يَفْشُو الْكَذِبُ حَتَّى يَحْلِفُ الرَّجُلُ وَلَا يُسْتَحْلَفُ وَيَشْهَدُ الشَّاهِدُ وَلَا يُسْتَشْهَدُ أَلاَ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ. عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ, وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ, فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الاثْنَيْنِ أَبْعَدُ, وَمَنْ أَرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَذَلِكُمُ الْمُؤْمِنُ “. أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ (2165) وَصَحَّحَهُ الْأَلْبَانِيُّ فِيْ صَحِيْحِ سُنَنِ التِّرْمِذِيِّ (2165) وَ صَحِيْحِ ابْنِ مَاجَهْ (2363) وَ ظِلاَلَ الْجَنَّةِ (88).

Dari sahabat (Abdullah) bin ‘Umar radliyallahu ‘anhuma beliau berkata : Umar (bin Al-Khaththab radliyallahu ‘anhu) berkhutbah kepada kami di Jaabiyah (sebuah desa di Damaskus), maka beliau (Umar) berkata : Wahai sekalian manusia sesungguhnya aku berdiri di (hadapan) kalian seperti kedudukannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di (hadapan) kami, kemudian beliau (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda :

” Aku wasiatkan kepada kalian (agar kalian mengikuti) para sahabatku, kemudian orang-orang yang datang setelah mereka (yakni Tabi’un), kemudian orang-orang yang datang setelah mereka (yakni Atba’uttabi’in. Kemudian tersebarlah kedustaan (ditengah-tengah manusia tanpa ada pengingkaran) hingga (ada) seorang yang bersumpah padahal tidak diminta (untuk) bersumpah (disebabkan kelancangannya atas Allah Ta’ala), dan seorang bersaksi (dengan persaksian dusta) padahal dia tidak diminta untuk bersaksi. Ketahuilah sungguh tidaklah (ada) seorang laki-laki bersepi-sepi (berduaan) dengan seorang wanita (asing yang tidak halal baginya) kecuali yang ketiganya adalah setan (membangkitkan syahwat masing-masing kemudian menjerumuskan ke neraka).

Wajib atas kalian (berpegang) al-Jama’ah. Hati-hati (dan waspadalah) terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan itu bersama seorang (yang sendirian yang keluar dari keta’atan kepada pemimpin dan berpisah dari al-jama’ah), (adapun) dia (setan) dari dua orang (akan ) jauh. Barangsiapa menginginkan tengah-tengah (dan yang terbaik dari) Surga maka (hendaknya) tetap (berada dalam) al-jama’ah (pegang teguhlah, janganlah sekali-kali engkau tinggalkan). Barangsiapa kebaikannya menggembirakannya dan kejelekannya menyusahkan (dan menyakitkan hatinya) maka itulah seorang mukmin (yang sempurna) “.

HR. At-Tirmidziy (No. 2165), dan dishahihkan oleh Al-Albaniy dalam kitabnya ” shahih sunan at-Tirmidziy ” (No. 2165), (juga dalam kitabnya) ” shahih Ibn Majah ” (No. 2363), (dan juga dalam kitabnya) ” dhilal al-jannah ” (No. 88).

72.Meyakini akan terjadinya berbagai fitnah.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

” سَتَكُوْنُ فِتَنٌ, اَلْقَاعِدُ فِيْهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ, وَالْقَائِمُ فِيْهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي, وَالْمَاشِي فِيْهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي, مَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفُهُ, وَمَنْ وَجَدَ فِيْهَا مَلْجَأً فَلْيَعُذْ بِهِ “. أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ (3601) وَ مُسْلِمٌ (2886), وَهَذَا لَفْظُهُ مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ.

” Kelak akan terjadi berbagai fitnah. Seorang yang duduk di (tengah-tengah terjadinya) fitnah lebih baik daripada seorang yang berdiri. Dan seorang yang berdiri di (tengah-tengah terjadinya) fitnah lebih baik daripada seorang yang berjalan. Dan seorang yang berjalan di (tengah-tengah terjadinya) fitnah lebih baik daripada seorang yang berjalan cepat. Barangsiapa melawan (,menentang dan tidak menghindar dari)nya maka fitnah itu akan membinasakannya. Dan barangsiapa menemukan tempat (yang menjaga dan dia bisa) berlindung (dari keburukannya dan menyendiri) di (tengah-tengah terjadinya) fitnah, maka hendaklah dia berlindung (dan menyendiri) di dalamnya (agar dia selamat dari keburukannya) “.
HR. Al-Bukhariy (No. 3601) dan Muslim (No. 2886), ini lafadhnya Muslim dari haditsnya sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu.

Faedah hadits :
1.Imam An-Nawawiy berkata sebagaimana dalam kitabnya ” al-Minhaj ” : ” Maka maknanya : penjelasan (tentang) besarnya bahaya fitnah, anjuran untuk menjauhinya dan lari darinya serta (lari) dari meminta kejelasan sedikitpun juga (tentangnya). Dan sesungguhnya keburukan dan fitnahnya sesuai dengan keterkaitan (seseorang) dengannya.

2.Fitnah yang dimaksud di dalam hadits tersebut adalah segala yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin berupa pembunuhan disebabkan kesewenang-wenangan dan permusuhan , atau perselisihan dalam perkara-perkara dunia tanpa adanya kejelasan siapa diantara dua kelompok itu yang (berada di atas) kebenaran atau mana diantara keduanya yang (berada di atas) kebatilan.